
Gumpalannews.com, JAKARTA- Dalam fikih mazhab Syafi'i, zakat petani miskin (hasil tanaman yang bisa disimpan dan menjadi makanan pokok seperti beras, gandum, kurma, dll.) memiliki ketentuan sebagai berikut:
Jika diairi secara alami (misalnya dengan air hujan, sungai, atau sumber alam): wajib zakat 10% dari hasil panen.Jika airnya boleh usaha dengan alat atau langsung dari alam zakatnya 5%.
Al Quran tegas, menyebutkan bahwasanya setiap keuntungan seperti pampasan perang dan ikhtiar usaha selama setahun, zakatnya itu 20% .
Dalam kitab suci Al Quran tertulis jelas :
"Ketahuilah, sesungguhnya apa pun yang kamu peroleh sebagai rampasan perang( ghanimah) , maka seperlimanya ( 20 ℅) untuk Allah, Rasul, kerabat (Rasul), anak-anak yatim, orang-orang miskin, dan ibnusabil, jika kamu beriman kepada Allah dan kepada apa yang Kami turunkan kepada hamba Kami (Nabi Muhammad) pada hari al-furqān (pembeda), yaitu pada hari bertemunya dua pasukan. Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.( QS AL ANFAL 41).
Islam bukan agama perang , ayat di atas banyak mufasir, menafsirkan atau menerjemahkan kata Ghanimtum itu berarti ghanima ( harta rampasan perang), padahal maknanya yang lainnya adalah 'keuntungan ', dari hasil ikhtiar usaha selama setahun, walaupun konteksnya adalah pembagian harta rampasan pasca perang Badar. Yang menarik adalah sebagian umat islam( baca:syi'ih) menjadikan ayat ini dasar bagi pemungutan zakat khumuz, salah satu rumpun zakat.
Ayat ini tidak hanya mengatur pembagian, tetapi juga mengajarkan pentingnya keadilan, kepedulian sosial, dan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya.
Utamanya keadilan distribusi kekayaan secara adil agar tidak terlalu dalam jurang kemiskinan di antara umat islam di dunia ini.
Bayangkan saja jika para konglomerat muslim, jika hasil ikhtiar usahanya setahun seperlimanya di berikan kepada umat, begitu indah nya Indonesia kita... Wallahua'lam
Penulis: Haji Rahmat J Kardi mantan Ketua Umum DPP GPII, Aktifis Senior HMI.
Komentar